Wednesday, 7 September 2011

Saatnya Ganti Wim Rijsbergen?

PELATIH Timnas Indonesia Wim Rijsbergen merealisasikan janjinya untuk bermain menyerang saat menjamu Bahrain. Bahkan Wim menurunkan tiga striker sekaligus sejak menit awal pertandingan.

Wim memang tidak memakai formasi 4-3-3 ala Belanda, yang menjadi trade mark negeri leluhurnya sekaligus gaya yang pernah dianutnya ketika memperkuat De Oranje di Piala Dunia 1974 dan 1978 yang berakhir di posisi runner up. Mantan asisten pelatih Trinidad dan Tobago di Piala Dunia 2006 ini memilih formasi 4-2-3-1.

Ia memasang Cristian Gonzales sebagai target man. Dua striker lain, Bambang Pamungkas, bermain di belakang Gonzales, dan Boaz Solossa dimainkan sebagai winger kanan. Posisi winger kiri diisi Muhammad Ridwan.

Gelandang Firman Utina dan Ahmad Bustomi dipasang sejajar sebagai holding midfielder. Keduanya bertugas menjaga keseimbangan tim dan menyusun skema serangan.

Wim berharap serangan mengalir dari kedua winger, Ridwan dan Boaz. Keduanya diinstruksikan untuk melakukan terobosan dari sisi sayap.

Bambang berperan sebagai pembagi bola dan sesekali muncul dari second line (come from behind) untuk menyambut umpan-umpan dari Boaz maupun Ridwan.

Sayangnya strategi ini sama sekali tidak berjalan. Justru membuat permainan tidak berkembang dan lini tengah meninggalkan lubang. Akhirnya dua gol bersarang.

Yang pantas mendapat sorotan dari strategi Wim adalah keputusannya memainkan Bambang. Kenapa mesti memaksakan Bambang untuk bermain dan menggunakan formasi 4-2-3-1?

Kehadiran Bepe membuat Boaz harus bermain melebar. Ini tentunya tidak efektif. Menjauhkan jarak Boaz dengan gawang lawan bukan keputusan bijak.

Striker terbaik Indonesia ini menjadi minim kesempatan untuk melakukan akselerasi langsung ke gawang lawan. Padahal kita ketahui ia memiliki skill individu hebat dan naluri gol tinggi.
  
Dengan bermain di sayap kanan --padahal Boaz seorang kidal-- membuat pemain Persipura Jayapura ini lebih banyak berperan sebagai pengumpan. Nyaris ia tak memiliki kesempatan untuk mencetak gol.

Akan lebih ideal Boaz dimainkan sebagai striker murni berduet dengan Gonzales di depan. Ia akan lebih berbahaya karena akan berhadapan langsung dengan pertahanan terakhir dan kiper lawan.

Di sisi lain, keputusan menurunkan Bepe dan formasi 4-2-3-1 membuat lini tengah sedikit rapuh karena hanya mengandalkan dua gelandang. Ada ruang kosong tak terisi sehingga memberi kesempatan pemain Bahrain mengembangkan permainan.

Keputusan memainkan Firman terlalu di belakang membuat perannya sebagai playmaker tak maksimal. Selama ini Firman merupakan jantung permainan. Namun akselerasinya menjadi terbatas karena ada Bambang di depannya, dan ia juga harus memikirkan membantu pertahanan.

Mungkin lebih bijak bila Wim tak memaksakan memainkan Bepe dan formasi 4-2-3-1. Pelatih Belanda ini lebih baik mengusung pola pakem 4-4-2 untuk menjaga keseimbangan tim dan berani mengorbankan Bepe.
Dengan 4-4-2 lini tengah menjadi lebih seimbang. Boaz pun bisa diduetkan dengan  Gonzales di depan sehingga lebih banyak mendapat kesempatan mengancam gawang lawan.    

Pelatih yang digantikan Wim, Alfred Riedl, termasuk berhasil dengan formasi 4-4-2. Meski harus diakui level kekuatan Bahrain dengan negara-negara Asia Tenggara di Piala AFF 2010 tak sebanding, namun setidaknya strategi Riedl lebih mampu menjaga keseimbangan dan kedalaman tim.

Wajar kerinduan akan sosok Riedl --yang dipecat PSSI tanpa alasan jelas-- pun mulai menghinggapi suporter Timnas Indonesia. Sebaliknya suara sumbang untuk pelengseran Wim mulai terdengar sayup-sayup.
"Ganti pelatih...ganti pelatih...!" Begitulah teriakan beberapa suporter timnas di bangku VIP saat Pasukan Garuda tertinggal 0-2 dari Bahrain dan pertandingan dihentikan menyusul hujan petasan di GBK.

sumber : tribunews.com 

No comments:

Post a Comment

You May Like...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Comments